Masalah pelaksanaan Perpolisian
Masyarakat (community policing) atau community oriented policing (COP) yang
sampai saat ini belum semua kesatuan kewilayahan menerapkan secara maksimal.
Persoalannya disebabkan karena ada beberapa anggota Polri baik Perwira, Bintara
maupun tamtama, khususnya para Babinkamtibmas belum dapat mencerna pengertian
Perpolisian Masyarakat (Polmas) tersebut apalagi memahami dan melaksaanakannya.
Kiranya tulisan ini dapat sebagai jembatan bagi penyampaian Polmas agar dapat
mudah dimengerti dan dipahami karena tulisan ini sengaja menyajikan dengan gaya
bahasa yang bersahaja agar dapat diterapkan di tengah masyarakat sebagai
customer Polri.
Banyak polisi yang beranggapan bahwa Polmas sama dengan tugas dan kegiatan Babinkamtibmas atau sama dengan istilah Bin Kamtibmas. Anggapan ini tidak salah, namun merupakan perbedaan penafsiran manakala Polmas tersebut semata-mata hanya merupakan kegiatan bimbingan masyarakat yang dilakukan oleh Bina mitra maupun para Babinkamtibmas saja. Sebenarnya Polmas wajib dilakukan oleh seluruh polisi dari berbagai level kepangkatan maupun fungsi yang dianutnya. Masing-masing fungsi seperti Reskrim, Lalu lintas, Intelkam, Samapta dan lainnya memiliki CB sendiri-sendiri sesuai bidangnya dan komuniti yang dihadapinya.
Tulisan ini berupaya untuk membantu pemahaman bagi para polisi-polisi di manapun berada untuk berbuat sesuai dengan konsep Polmas dan disertai dengan pengabdian yang tulus dan professional. Konsep Polmas ini adalah untuk menumbuhkan adanya hubungan kerjasama antara polisi dengan warganya sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepercayaan warga dalam membantu polisi mengidentifikasi, menanggulangi dan menyelesaikan sendiri maslahnya melalui keputusan dari warga itu sendiri. Polisi hanya sebagai fasilitator saja, kegiatan polisi lebih banyak proaktif dalam pendekatan-pendekatan secara social kepada warga. Ada gambaran bahwa gaya pemolisian yang seharusnya dilakukan Polri adalah merubah gaya pemolisian yang reaktif menjadi gaya pemolisian yang proaktif dan demokratis.
Sekilas Pemahaman Polmas
Polmas merupakan konsep atau sebuah ketetuan tentang kegiatan pemolisian terhadap komuniti yang telah diuji kebenarannya secara ilmiah, dan diterapkan kepada komuniti-komuniti dalam masyarakat di beberapa negara seperti USA, Inggris, Kanada, Jepang dan Singapura, serta negara-negara lainnya. Untuk memahami penerapan community Policing di Indonesia dapat dibaca pada buku Polmas, sesuai dengan telah dikeluarkan Surat keputusan Kapolri No.Pol.: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam penyelenggaraan Tugas Polri.
Polmas merupakan konsep atau sebuah ketetuan tentang kegiatan pemolisian terhadap komuniti yang telah diuji kebenarannya secara ilmiah, dan diterapkan kepada komuniti-komuniti dalam masyarakat di beberapa negara seperti USA, Inggris, Kanada, Jepang dan Singapura, serta negara-negara lainnya. Untuk memahami penerapan community Policing di Indonesia dapat dibaca pada buku Polmas, sesuai dengan telah dikeluarkan Surat keputusan Kapolri No.Pol.: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam penyelenggaraan Tugas Polri.
Pemahaman konsep perpolisian masyarakat (Community Policing) menurut Friedmann telah menghasilkan langkah penting dalam perbaikan strategi kepolisian yang berkaitan dengan bimbingan masyarakat. Apabila pelaksanaannya terus dikembangkan dengan baik dan konsisten dapat memperluas pemahaman tentang keterkaitan antara polisi dan masyarakat yang diamankan. Konsep CP banyak dirumuskan oleh beberapa ahli seperti Trojanowicz (1998), Bayley (1988), Meliala (1999) dan Rahardjo (2001) yang secara garis besar menekankan pada pentingnya kerja sama antara polisi dengan masyarakat setempat dimana ia bertugas untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah sosialnya sendiri. Pemolisian ini tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan melalui upaya-upaya pencegahan kejahatan maupun pendidikan bagi warganya.
Konsep Polmas yang diadopsi oleh Polri sekarang ini, bervariasi, ada yang mirip sistem Koban atau Chuzaiso dari jepang, sistem Neighbourhood Policing dari Singapura, atau Community Policing dari Amerika Serikat. Konsep tersebut tidak bisa secara bulat-bulat diterapkan di Indonesia, karena budaya masyarakat kita juga berbeda. Untuk itu perlu adanya penyesuaian cara bertindak sebagai penjabaran dari konsep Polmas tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan karakteristik masing-masing komuniti di masyarakat kita.
Pengertian Polmas sampai saat ini belum tercapai suatu kesepakatan istilah, para pakar, instansi pemerintah maupun Polri sendiri masih menafsirkan pengertian konsep Polmas sendiri-sendiri sehingga sangat membingungkan bagi anggota-anggota kita di lapangan. Ada yang mengartikan sebagai pemolisian masyarakat dan pembinaan Kamtibmas maupun community oriented Policing. Namun setelah dikeluarkan Surat keputusan Kapolri No.Pol.: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam penyelenggaraan Tugas Polri, maka sebutannya menjadi perpolisian masyarakat (Polmas).
Jadi yang dimaksud dengan pengertian Polmas adalah gaya pemolisian atau cara bertindak polisi yang bersifat pro aktif dilakukan oleh polisi kepada warga masyarakat (komuniti) nya untuk secara bersama-sama menghadapi dan mengatasi berbagai masalah sosial yang terjadi, khususnya yang berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tertib maka polisi harus dapat mengajak komuniti-komuniti sebagai bagian dari masyarakat untuk secara sadar dan aktif mampu memberdayakan potensinya masing-masing dalam membantu polisi.
Sebenarnya Polri telah menerapkan fungsi pembinaan Kamtibmas melalui peran Binmas, kemudian Bimmas dengan Kamtibmas swakarsa bahkan dengan membentuk Babinkamtibmas yang diharapkan sebagai ujung tombak polisi dalam membina masyarakatnya untuk patuh dan taat pada program-progam Kamtibmas yang telah digariskan oleh Polri maupun pemerintah. Namun cara ini sudah tidak relevan lagi dalam era masyarakat demokratis saat ini, dan setelah Polri mandiri keluar dari TNI, tentunya Polri harus berorientasi pada kekuatan sipil, yaitu masyarakat yang madani. Untuk itu maka gaya pemolisian yang diterapkan pun harus berubah menuju polisi yang demokratis, mau mendengar dan menerima apa ang menjadi kehendak masyarakatnya. Biarkan warga masyarakat sendiri yang menentukan dan mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah sosial dan keamanan dilingkungannya. Polisi hanya sebagai fasilitator , nara sumber dan pengendali manakala terjadi penyimpangan hukum dalam pelaksanaannya.
Saat ini dengan penerapan Polmas polisi tidak dapat memaksakan kehendaknya pada warga dengan segala rencana dan cara bertindak yang belum tentu sesuai dengan aspirasi dan kondisi sosial warga masyarakat. Sudah saatnya polisi bertindak demokratis dengan mempercayakan dan menumbuhkan kesadaran warganya untuk berperan aktif dalam merencanakan pola pengamanan dan penertiban bagi kepentingan warga tersebut, karena sebenarnya hanya warga sendirilah yang tahu akan masalah dan kebutuhannya sendiri. Kehadiran polisi harus lebih sering dan mampu merebut simpati dan kepercayaan dari warganya, dengan demikian maka akan tumbuh kesadaran warga dalam bekerjasama dengan polisinya dalam memelihara Kamtibmas.
--oo--
No comments:
Post a Comment